Wednesday, 22 June 2016

Panggilan Pulau Dewata

Easy Tiger Asia #1 Stickers Museum akan menggelar “Bali Calling! International Sticker Exhibition” pada 17 - 24 September 2016. Perhelatan ini merupakan wujud realisasi salah satu kegiatan Easy Tiger Asia #1 Stickers Museum dalam hal melaksanakan pameran gambar tempel sebagai bagian dari dunia street art serta graffiti. Pameran akan mengambil tempat di All Caps Store, Jalan Dewi Sri, Kuta.

Tema “Bali Calling! International Sticker Exhibition” dipilih oleh museum sebagai sebuah panggilan dari Pulau Dewata kepada para penggemar stiker baik lokal maupun mancanegara untuk mengirimkan karya stiker street art dan graffiti terbaik mereka. Ini juga merupakan salah satu bentuk plesetan dari album The Clash yaitu London Calling menjadi Bali Calling. Stiker sebagai unit terkecil dalam street art dan graffiti menjadi obyek utama pameran ini dimana akan ditampilkan kedalam sebuah ruang pameran berdesak-desakan satu sama lain seperti halnya dengan maraknya medium ini di jalanan kota.

Banyak sekali fenomena urban yang berangkat dari stiker street art dan grafitti. Hal inilah yang coba ditangkap didalam pameran ini yaitu memindahkan habitat fenomena gambar tempel termaksud dari jalan ke ruang pameran sebagai melting point antar keduanya sehingga timbullah interaksi yang menarik. Open Submission bagi penggemar stiker street art dan graffiti baik dalam maupun luar negeri dimulai sejak 30 Mei 2016 hingga 10 September 2016. Alamat pengiriman karya adalah sebagai berikut:

Easy Tiger Asia #1 Stickers Museum. Jalan Tambaksari No. 3A. Sanur, Denpasar Selatan, Denpasar, Bali. 80228. Indonesia.
Kontak: 081227850240
Media Partner: Visual Jalanan, ISAD (Indonesia Street Art Database), Bali Street Art, Majalah Cobra.


Easy Tiger, Asia #1 Stickers Museum sendiri adalah sebuah proyek seni independen amatir yang berbasis di Tambaksari, Sanur, Bali. Proyek seni ini berusaha untuk melestarikan seni stiker yang kecil dan sering terabaikan. Proyek ini mendokumentasikan, mengarsipkannya dalam bentuk data digital serta mengoleksinya dalam bentuk koleksi yang tertata rapi. Museum yang sebelumnya mengambil tempat di Yogyakarta ini sekarang berpindah tempat di Sanur, Bali dan berusaha meramaikan kancah dunia street art dan graffiti di Pulau Dewata.

Tuesday, 21 June 2016

Review Karya Farhan Siki, Urban Poor Exotism, ArtJog 9



Dasar yang namanya rezeki memang datang kapan saja. Kemarin kami sempat mengunjungi secara singkat Art Jog disela urusan pribadi lainnya di kota Gudeg. Malam terakhir sebelum keluar Yogyakarta, kami mengunjungi art fair yang diselenggarakan di Jogja National Museum ini. Kami tidak akan membahas keseluruhan karya, namun terdapat satu instalasi yang menjadi fokus kami. Adalah karya yang terpasang di pintu masuk menuju bangunan utama.

Di pintu depan kami menemukan semacam kios kelontong lengkap dengan rentengan makanan ringan yang tertata rapi. Bersembunyi dibalik kawat besi layaknya yang kita umum temui di kandang ayam, dan kemudian diatasnya juga terdapat botol-botol bensin yang tak pelak mengundang senyum. Instalasi bertajuk Urban Poor Exotism ini langsung menyapa pengunjung ArtJog begitu memasuki pintu depan JNM. Farhan Siki, seniman yang berada dibalik karya ini menampilkan kesemrawutan keidupan kota yang terwakili oleh kios tersebut namun ditata secara apik serta artistik sehingga dapat menyedot perhatian bagi mereka yang pertama kali melihatnya. 
  
 
 


Sebagai warga Indonesia, tentu kita langsung tergelitik oleh instalasi ini. Wajah kota seakan langsung dirangkum oleh sang seniman kedalam instalasi ini. Dinding seng kios yang sedikit penyok, tong sampah yang penuh botol botol setelah ditenggak, rentengan minuman sachet, iklan iklan sedot WC yang terpampang di tiang listrik (ya, tiang listrik, kami tidak bercanda) dan stiker-stiker kota yang teksnya penuh dengan pesan absurd. Teks-teks pada instalasi ini juga dikemas dalam tipografi ala brand-brand makanan junkfood dari mancanegara yang dipadupadankan dengan merk jagoan lokal. Tak heran kita memandang teks McDonalds bersanding dengan Supermie misalnya, dan masih banyak culture jamming lainnya.

Berikut petikan cerita sang senimannya langsung yaitu Farhan Siki mengenai karyanya:
“Karya itu sebtulnya representasi saja (tentang) realitas urban di sekitar kita, bahwa kemiskinan itu mempunyai ritme hidup dan keunikan sendiri yang paradok terasa getir tapi enjoy saja menjalaninya. Maka pada praktiknya, hidup serba apa adanya, yang cenderung susah dibarengi dengan instrumen penghiburannya, judi, undian, mistik, seks dan hal-hal instan yang mendatangkan kesenangan. Eksekusi bentuk dan material karya lebih fleksibel dan bertumbuh saja, tergantung space yg disediakan untuk karya tersebut, representasi itu kan mencari hal-hal yang mewakili gagasan. Tentang karya itu ditaruh di depan ya lebih karena alasan pembagian ruang saja. Dalam progresnya sbtulnya ingin bersifat interaktif, artinya audience bisa saling merespon karya itu secara visual, menempel stiker, wheatpaste atau tagging, tapi ya karena ini di dalam galeri, jadi terkesan steril.”

Walaupun karya ini belum direspons atau tidak direspons secara langsung oleh audience, mereka penggemar street art tentu aware dengan instalasi yang sangat “nyetrit” ini. Kami pribadi menaruh minat khusus terhadap karya dimaksud  disebabkan penggunaan medium stiker didalam instalasi ini. Dan secara keseluruhan, elemen-elemen visual kota yang kita temui di jalan langsung dihadirkan di gelaran seni yang bisa dikatakan besar seperti Art Jog ini. Suatu apresiasi yang tinggi oleh pihak kurator untuk menempatkannya di bagian pintu depan. Apabila macan masih memiliki waktu untuk mengunjungi gelaran seni rupa ini, mampirlah ke JNM untuk menyaksikannya langsung. Selain gelaran Art Jog, masih banyak juga program-program seni yang diselenggarakan sepanjang periode akhir Mei sampai akhir Juni. Sebulan penuh, berbagai macam galeri dan studio, workshop, open studio, pameran dan masih banyak lainnya. Selamat berlebaran seni rupa di Kota Gudeg. 

Foto: Arsip pribadi Farhan Siki dan museum 



Monday, 20 June 2016

Review Pameran International Stickerfest Street Casuals Filipina


Teman kami dari Filipina Bek ingin berbagi cerita tentang pameran stiker yang berlangsung di negaranya sekitar sebulan yang lalu. Skena gambar tempel di tempat asal Manny Pacquiao ini tak terdeteksi oleh museum sebelumnya. Senang mendangar bahwa ada acara stiker di negara sesama tetangga Asia Tenggara. Pameran bertajuk International Stickerfest Street Casuals ini menyedot banyak perhatian penggemar stiker disana. Bagaimanakah ceritanya? Simak!

How was the atmosphere of the exhibition?
Influenced by the white beaches nearby, whales, sharks, local original weed and hidden surf spots, the Cebu graffiti and street art scene atmosphere is usually chill and relax. Most of our events also have a very chill feel. Away from the metro, you don't have to wait for the night to make some tags or slap some stickers. The same atmosphere carried the Street Casuals sticker fest in a very smooth pace.
 
 

Was there any feedback from the visitors after see the exhibition?
Everyone had fun during the event. After we finished slapping the stickers and giving some to the attendees, we had some black book sessions and sketch-ups. Most visitors also brought some blank stickers for everyone to write on. Everyone was drunk, and most importantly, everyone had fun!


How about your personal opinion about the exhibition?
For me, there was a sense of achievement getting all stickers from all over the world. That itself, there is already success. The "fun" in the event still matters, but what mattered more for me was the connection. The bond we create for the fellows we have the same interest and passion as ours. I am humbled by the number of writers and artists who sent us their stickers and art. I am very thankful.

 



How you create this event?
This event started as an idea. The idea of pulling international networks into sending their beloved stickers to our city. We wanted to become part of the international community, be part of the global river. I created this event by contacting many of the writers that I previously know. Many were from Finland, Bay Area, California and other parts of Europe. Soon enough, I was able to contact some of the writers from Indonesia, Brunei and Singapore who helped a lot into promoting this fest. Later on, the poster exploded to other countries. Stickers were arriving at my door every other day, I could not keep track as to where these stickers were coming from, nor how did they know of the event. I could not be more thankful to the international community for helping us out into making this Stickerfest a reality. Definitely a first in Cebu, Philippines. Thanks a lot!

 
 
 
 
Terima kasih Bek. Mari saling mendukung skena stiker di Negara masing-masing dan siapa tahu kedepannya akan ada hubungan yang baik antar Indonesia dan Filipina. Suatu kehormatan bisa meliput tentang acara dari teman sendiri. Salam tempel!

Foto:Arsip pribadi Bek