Monday, 26 September 2016

Stick It With Lucky Gnome



Chicago tidak hanya terkneal dengan klub bola basketnya saja, tetapi juga dengan salah seorang sticker artist kenalan saya yaitu Lucky Gnome. Ia benar-benar merepresentasikan Chicago kedaloam kancah gambar tempel dunia. Mari kita simak saja!

Please introduce yourself.
My name is Juan a.k.a Lücky Gnomë. I've been doing this since summer of 2013.  I'm from Chicago, Illinois, United States of America.
What's the story behind your street art name?
Well it’s funny, it all started when I bought a gnome for my girlfriend’s garden, then I noticed I kept buying her more gnomes. It was getting stupid so I channeled it to stickers, then it took off.
How is the sticker scene in your city or country?
The sticker scene here in Chicago is pretty big or getting there. There's a lot of artist here that do it or some that are passing through that get up.

How you make your artworks, using what kind of technique?
I usually draw or Photoshop. I also do stencils and wheat pasting.

How did you play with your stickers on the streets, did you quite often make a collaboration?
Sometimes I do make collaboration with some other artists if they send me stuff. I usually stick them with mine. As for the streets I seem to stick them everywhere. I try to cover to cover a neighborhood one at a time but my favorite is newspaper boxes.
 
What's the most important, quantity or quality?
Either way is fine. It really depends on my funds. If I’m good then I go vinyl or paper gloss. If I’m hurting then it’s drawings or photocopies with glue. Recently I got into buying a custom stamp. It’s actually easier to mass produce with the help of the US postal labels.
 
Can you share us your opinion about sticker art?
Well sticker art is fun for me and quicker way of getting out there without the risk of getting caught.
Terima kasih Lucky Gnome. Sangat senang dengan karakter stikermu kawan. Terus berkarya dan saling support. Salam tempel!

Foto: Dokumentasi pribadi Lucky Gnome

Monday, 19 September 2016

Stick It With Trastrash


Perkenalan saya dengan oknum asal Jakarta ini secara tidak sengaja waktu kami dari pihak museum sedang mengerjakan display pameran di Sewon. Ternyata dialah Atras atau Trastrash, sosok yang sebelumnya sudah kami ikutin di media sosial namun tak pernah bertemu sebelumnya. Darinya kami berdiskusi mengenai gambar tempel dan ia berlalu begitu saja. Namun, jangan khawatir, kami berhasil mencuri waktunya sedikit untuk dihadirkan didalam interview kami. Pembaca yang budiman, dari sudut biru, dialah Trastrash!

Siapa nama street art Anda?
Trastrash

Bisa dijelaskan mengapa namanya demikian?
Trastrash di ambil dari keseharian teman - teman, sebenernya nama asli gue Atras Alwafi, tapi rata - rata suka panggil sebutan Tras, kadang kalo lagi rese, iseng, ("Trastrash" cape dengerin loo ngomong diem kenapa sihh...???) Hal itu yang sering gue lakuin sampe bertahun tahun, dari kata kata keseharian yang ngga sengaja kesebut dari tahun ketahun, sebelum nick name Trastrash Atrash, Trashproject, namanya nga bisa bikin familiar, trus mencoba dengan sebuah nama dan karakter yang timbul di lingkungan orang akan inget seumur hidup dari nama dan dari sebuah karakter itu.
Bagaimana proses Anda menghasilkan karya? Apakah dengan stensil, grafitti, hand drawing, kolase, atau proses digital dan teknik lainnya?
Pada awal gue grafitti ketika gue lulus SD masih bisa ngerasain pilox Rp 14.500 sampe ke SMP lah, masuk sekolah design pas SMK cuman bisa design doang nga tau designnya abis itu mau di kemanain, pas gue kuliah smester 1 sampe 2 gue buat stencil dengan color chart merah dan kuning, ngga puas gitu gitu aja hasilnya belum nemuin hal beda dari yang lain, gue coba wheatpaste pas gue smester 3 mulai kerangsang buat ide ide dengan lem dan kertas, tapi belum bisa nemua hal yang beda, pas gue masuk ke smester 4 mulailah gue mengunakan dan mantepin wheatpaste gue dengan karakter sidik jari gue yang nga sengaja gue temuin pas gue lagi dirmh, gue gabungin dengan wheatpaste syukur sampe sekarang gue smester 10 masih gunain buat karakter berkarya gue, jadi ngga sengaja semuanya tapi gue tetep gue jalanin aja.
Bagaimana Anda mendistribusikan karya Anda di jalan?
Pendistribusian gue, tetep dengan wheatpaste, stiker, tagging ngga ada batesan aja, kalo lagi mau itu ya itu, kalo lagi mau ini ya ini..
Menurut Anda, bagaimana perkembangan dunia street art sendiri di kota Anda, terlebih seni stiker?
Kalo ngomongin kota identik dengan karakter muda - mudi di kota, tapi kota kota ini akan di kenal ketika muda mudinya membangun kota itu sendiri, sampe hari setiap kota punyai karakter danperkembangan streetart makin pesan dari semua kalangan, apa lagi stiker untuk tanda - tanda kota makian berkembangan, ngga harus tagging, design, karakter ini cerminan kota kota di Indonesia sudah nerima street art dan sebuah stiker karakter anak muda.

Ya itulah dia secuil kisah mengenai karya kesenimanan Trastrash. Pembaca bisa mengulik karyanya di media sosial Instagram dengan nama akun yang sama. Karyanya yang berupa sidik jari merupakan salah satu signature tersendiri yang tiada duanya. Museum kami mengoleksi beberapa karyanya. Terima kasih teman. tetap berkarya and keep in touch!

Foto: Arsip pribadi Trastrash


Wednesday, 14 September 2016

Review Pameran Blurg! Project x Easy Tiger


Pertengahan Agustus kemarin, kami diundang oleh sebuah majalah youth culture independen asal Yogyakarta. Unit kesenian tulis menulis ini menamai diri mereka Blurg! Project. Sejak Mei kami terus berkorespondensi antar Yogyakarta dan Denpasar.  Komunikasi yang intens dengan diwakili oleh Doni serta Kaka akhirnya berhasil mendatangkan kami ke kota tempat kami mulai merintis yaitu Yogyakarta.
Pameran yang mengambil tajuk PENGIMPLEMENTASIAN SIKAP MERUNDUK DALAM SEBUAH RUANG PAMER STICKER PADA BASEMENT MILIK TEMEN SENDIRI” ini dipersiapkan sepenuhnya oleh Blurg! Project. Kami hanya mengurus keberangkatan ke Kota Gudeg dan keperluan tim display saja. Suatu koordinasi yang terpadu dari sebuah majalah yang usianya masih sangat belia ini.
 
Pameran ini diadakan guna merayakan terbitnya edisi Blurg! yang kedua yaitu edisi tentang Wearable Art yang mengusung misi: “Menstikerkan masyarakat, memasyarakatkan stiker”. Mengambil tempat di Mak Combrang, Kotabaru, Yogyakarta, pameran ini dibuka dengan syukuran tumpeng oleh pihak penyelenggara dan Mak Combrang selaku pemilik tempat. Selanjutnya dihajar dengan musik dari penampil seperti Sabarbar, BBDK, Dasonjah, Maze dan Chika & Pistol Air sehingga membuat para pengunjung yang hadir tidak beranjak dari posisinya.
 
Tak lupa pula hadir para barisan lapakers dari Jogja Record Store Club, Einn Project x Amazing Frontier, Live Sablonas oleh Rakasiwi, Siamulala, serta Goyang Ketombe. Terdapat pula media tempel sebagai ajang menempel stiker massal bagi para penunjung. Blurg! sendiri menghadirkan edisi majalah fisik mereka yang dibanderol dengan harga bersahabat sebagai media promosi.
Meskipun digeber telat sekitar pukul 8 malam, namun tak menyurutkan niatan para penggemar seni urban gambar tempel untuk datang menikmati pameran. Ruang pamer sendiri merupakan ruangan berukuran 3 kali 2 meter di basement milik tempat makan Mak Combrang. Pada akhirnya, sikap merunduk secara “literally” benar-benar harus dilakukan para pengunjung untuk melihat karya. Suatu konsep yang menarik dan berbeda.
Suatu gebrakan unik juga dihadirkan teman kami Galaksi Barber Barbar. Unit potong rambut non mesin yang melayani jasa cukur mencukur panggilan ini digawangi oleh Galih. Kebetulan, sang empunya usaha berhasil kami gaet untuk menambah keriaan acara. Alhasil, kombinasi antar musik, ruang pamer, lapak serta potongan-potongan rambut berserakan setidaknya menghidupkan suasana malam Sabtu pada waktu itu.

Terima kasih kami ucapkan juga kepada media partner yaitu  Pamit Yang2an Radio, Gisg Jogja, Majalah Cobra (majalah yang berpoison), Warning Magz serta tak lain tak bukan Mak Combrang dan Blurg! Project. Juga para macan-macan Easy Tiger yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk membantu keberlangsungan acara serta menghadiri suguhan pameran yang dikemas secara sederhana ini. Tanpa kalian, pameran ini takkan mengaum seperti biasa! Sampai jumpa di lain kesempatan dan salam tempel!

Foto: Dokumentasi pribadi Blurg! Project