Sunday, 29 November 2015

Re-Writing the Streets: The International Language of Stickers

Hola. Berjumpa lagi. saya akan sedikit mereview kembali dalam bahasa Indonesia tentang katalog pameran dari Catherine Tedford dan Oliver Baudach yang berlangsung kemarin di Amerika Serikat. Pameran bertajuk Re-Writing the Streets: The International Language of Stickers ini adalah pameran stiker politik berskala internasional. Pameran yang pertama berlangsung di Amerika Serikat pada September 2015 dan yang kedua berlangsung di Jerman pada Oktober 2015. Masih hangat untuk saya review sebelum terlambat.

 Poster pameran

Dalam tempo 25 tahun, street art telah berevolusi secara dramatis dari seni aerosol dan seni cat mural serta graffiti yang telah menghiasi kereta bawah tanah, tembok rumah, tembok jalanan dan ruang publik lainnya. Sekarang, bentuk baru dari komunikasi visual dikreasikan di ruang publik dimana kerap mengundang atensi publik baik secara kontemplatif maupun interaktif. Stiker street art telah menjadi semacam kendaraan provokatif untuk mengekspresikan diri dan menjadi medium yang efektif untuk berkomunikasi dengan para pelintas jalanan. Stiker bisa digunakan untuk menandai sebuah area, menawarkan sebuah produk atau bahkan sebagai media saran dan kritik sosial. Sebagai salah satu media seni yang paling demokrasi, stiker yang digampar atau dicetak dapat didistribusikan secara cepat, murah, dan dengan beragam bentuk seperti sablon, stensil, hasil teknik linocut, fotokopi mesin Xerox dan percetakan litografi. beberapa seniman menciptakannya dengan semangat DIY (Do It Yourself) dalam jumlah yang kecil, sementara ratusan lainnya dicetak oleh para produsen komersial.




                                   Foto-foto selama pembukaan pameran berlangsung

Dengan ukuran sekitar 5 x 5 sentimeter, stiker dapat ditempatkan secara sembunyi-sembunyi pada papan penunjuk jalan, tiang listrik, bak sampah bahkan sampai pada jendela rumah orang. Pada lanskap urban dimana didominasi oleh logo korporasi, ruang publik seakan dirampas oleh mereka yang memiliki kemampuan finansial yang lebih besar. Namun, seni stiker jalanan menawarkan semangat yang berbeda sebagai media alternatif. Biarpun seni tempel ini kecil, namun dapat menyajikan kreativitas, kultural bahkan pesan politikal yang relevan dengan waktu dan tempatnya.
Dengan bantuan dua kolektor, Catherine Tedford dari amerika Serikat dan Oliver Baudach dari Jerman, pameran ini menampilkan sekitar 800 stiker orisinal berdasarkan latar belakang seniman, tema, waktu dan lokasi geografis. Catherine Tedford, seorang direktur galeri pada Universitas St. Lawrence, Canton, New York telah mengoleksi stiker sejak 2003 dan koleksinya sampai sekarang mencapai 11.000 stiker dari seluruh penjuru dunia. Ia menulis blog mengenai stiker pada blognya yaitu Stickerkitty. Dan Oliver Baudach adalah seorang penemu dan direktur dari Hatch Kingdom, museum stiker pertama di dunia. Selama tiga dekade, ia mengoleksi sekitar 25.000stiker dari berbagai aliran dari skateboarding, streetwear sampai pada musik. Oli adalah ahlinya pada bidang ini.

Artis individual dan kolaborasi antar artis dalam pameran ini adalah dari Cupco (Australia); Hoplouie (Denmark); Flying Fortress, Haevi, Ping Pong, Prost, Tower, 24/7 Crew (Jerman); Bust, Sol Crew (Belanda); Evoker, Obey Giant, RobotsWillKill, Zoltron, and 14Bolt (Amerika Serikat).  Re-Writing the Streets: The International Language of Stickers dilatarbelakangi dengan galeri universitas sebagai ruang seni alternatif. Pameran ini menampilkan stiker kepada para pengunjung yang berasal dari latar belakang akademis maupun dari lingkungan seni. Latar belakang yang beragam ini bervariasi dari studi komunikasi, studi budaya, kepemerintahan, bahasa sosial modern dan sosiologi. Sukses terus untuk Stickerkitty!

Sumber foto: Arsip Stickerkitty

Saturday, 28 November 2015

Pameran Stiker Jogja Calling #3



Kami datang lagi. Sudah cukup lama rasanya kami berpameran sekitar 2 bulan yang lalu namun belum ada laporan pertanggungjawabannya. Padahal dilain kesempatan kedua sponsor kami yaitu radio Boekoe dan Majalah Cobra juga menagihnya. Baiklah, mari menulis.

Jogja Calling #3 adalah pameran stiker berskala internasional yang diadakan oleh kami, Easy Tiger, Asia #1 Stickers Museum untuk merayakan ulang tahun kami yang ketiga. Pameran ini berlangsung dari tanggal 17-19 September 2015 di Radioe Boekoe, Sewon, Bantul , Yogyakarta.

 Venue pameran beberapa saat sebelum pembukaan

Sounding pameran sudah kami lakukan jauh-jauh hari pada bulan Mei mengingat pengalaman terdahulu dimana submit karya dari luar negeri memakan waktu yang cukup lama untuk sampai ke Nusantara. Ternyata harapan kami terwujud, sekitar 70-anaseniman baik dari dalam maupun dalam negeri ikut berpartisipasi dengan mengirimkan karya-karya stiker yang kreatif.

Mulai dari teknik hand drawing, digital printing, grafitti, stensil sampai woodcut semuanya memiliki keunikan tersendiri. Kami sampai kewalahan untuk memilah karya-karya agar muat dalam display pameran yang dikerjakan oleh para macan-macan museum di Tambakbayan.

Pada saat pembukaan tanggal 17 September, kami menampilkan  40 frame dengan tatanan yang rapi hasil kerja dari teman-teman Keluarga Baik Baik yaitu Ones, Abe dan Kano. Ketiga pemuda pemudi asal ISI Yogyakarta ini berkoordinasi dengan kami untuk menyuguhkan pameran stiker yang berbeda dan jarang dilihat oleh publik. Pembukaan pameran ini dibuka oleh Pak Rain Rosidi dari Radio Boekoe dimana beliau menganggap seni stiker adalah sebuah seni yang jarang diapresiasi oleh publik namun tetap eksis dalam lanskap urban Yogyakarta. Diharapkan melalui pameran ini, publik mulai menaruh atensi terhadap seni gambar tempel ini, baik lawas maupun kontemporer.

   Suasana pembukaan pameran

 Musik 80an dan elektronika menemani pengunjung

Hentakan music 80an dari DJ Yonas menemani pengunjung pameran menikmati karya pada saat pembukaan. Ada juga media slap bebarengan dimana panel tripleks ini mencoba berinteraksi dengan pengunjung lewat stiker yang ditempelkan bersama. Tak lupa pula lapak merchandise dari Media Legal meramaikan pameran serta lapak barter stiker menambah keseruan di malam pembukaan. 

 Pengunjung nampak menikmati karya dengan mengabadikannya lewat foto

 
  Lapak barter stiker
Total pengunjung di buku tamu sampai hari penutupan adalah sekitar 170-an orang. Ini menunjukkan antusiasme yang besar oleh pegiat dan penikmat seni stiker di Yogyakarta akan kehadiran pameran semacam ini. Bahwa pameran stiker adalah sesuatu yang sangat jarang ditemui memang benar adanya. Namun, seni kecil yang satu ini tidak dapat diabaikan begitu saja. kami dari pihak museum berusaha menangkap benda fenomena urban ini dan menyampaikannya kepada publik bahwa seni ini ada. Kami juga akan berusaha menampilkan yang terbaik pada pameran-pameran berikutnya. Tempel terus!












Thursday, 26 November 2015

Manuvarte. Pameran Stiker dan Kolase

Lama tak bersua di blog ini. Langsung saja. Kemarin tanggal 19 - 23 November, saya dan tim dari museum terlibat dalam pameran tunggal Manuva di Ruang Atas Solo yang bertajuk "Manuva". Pameran ini merupakan pameran yang mengangkat kultur kolase dan stiker.Walaupun hanya sekedar bantu - membantu, terpampangnya logo museum di poster pameran menjadi sebuah panggilan bagi kami dari Yogyakarta untuk menuju Solo.

Poster Pameran Manuvarte


Dalam pameran "Manuvarte" kali ini sang seniman Isak Prabowo atau dengan nama kesenimanannya yaitu Manuva menampilkan seni kolase yang unik dimana dalam penciptaan karya ia menggunakan media seperti daun dalam kolasenya.Pembukaan dibuka oleh Wahyu sebagai pria dibalik layar alternative art space Ruang Atas. dalam sambutannya, wahyu mengapresiasi gerilya kolase yang dilakukan Manuva sebab seni ini unik dan Manuva berhasil menghidupkannya melalui media kertas decal sehingga bisa diaplikasikan ke ruang publik dalam bentuk kertas stiker.

Mengutip dari sebuah sumber, keberadaan barang-barang bekas seperti, majalah lama, koran bekas, pakaian, kardus, kaleng, plastik kemasan, dan daun-daun kering di sekitar rumah kita acapkali dirasakan mengganggu   kebersihan   dan  kenyamanan hidup.

Semua ini benar adanya jika barang-barang bekas itu hanya dilihat sebagai “limbah” atau rongsokan yang tidak berguna. Namun jangan buru-buru dibuang barang-barang bekas itu sebab dapat menyulap “limbah" menjadi barang-barang yang “berharga”. Sentuhan ide-ide kreatif yang segar dan ketrampilan artistik yang dimiliki akan menghasilkan macam  kreasi kolase yang unik dan tidak ada duanya.

Imej yang ditampilkan pun beragam. Mengikuti passion-nya terhadap kultur musik 80-90-an, maka tak heran banyak imej Bjork, Morrissey, Robert Smith dari The Cure dan masih banyak lagi didalam karyanya. Menampilkan sekitar 20 frame kaca, display pameran ini tergolong sederhana namun tetap intim dengan pengunjung.Tak lupa pula ditampilkan panel khusus sebagai media slap bebarengan yang dimana para pengunjung pembukaan pameran bisa bebas menempelkan stiker street art sebagai bukti respons interaktif. Disuguhi dengan musik dari era 80-an, pembukaan pameran ini berlangsung sukses dan mampu menarik perhatian kawula muda Solo baik yang berangkat dari art scene maupun diluar art scene. Selamat untuk Manuva!

Berikut adalah laporan langsung dari tempat kejadian sewaktu pembukaan pameran:
 

Keramaian pembukaan di Ruang Atas Solo

 Pengunjung nampak serius melihat display karya


Lapak barter stiker gratis
 Manuva (tengah) diantara para macan macan pendukung pameran yang lain


Salah satu pengunjung merespon media panel yang telah disediakan

 Hasil slap


Hasil slap


Detail

Sekian tulisan kali ini. Kami meminta maaf atas keterlambatan redaksi mengirimkan tulisan kepada Anda semua.Sejak bulan Juli kami seakan vakum dari blog. Namun semangat menulis itu datang lagi dan kami berjanji untuk tidak menelantarkan Anda dengan berita-berita seputar dunia gambar tempel kontemporer baik dalam maupun luar negeri.