Wednesday, 3 December 2014

Gardu House Jakarta

Medio November lalu saya menghadiri simposium Equator dalam rangka Jogja Bienalle 2014. Saya mengikuti sebuah sesi dimana pengisi materinya adalah kelompok kolektif seniman street art dari Jakarta yaitu Gardu House.

Dari materi yang ditampilkan, saya mendapati komunitas ini (semoga diizinkan apabila saya menyebutnya komunitas) merupakan komunitas yang berawal dari kampus di Jakarta. Lebih tepatnya lagi adalah corat-coret di basement berupa gambar grafitti yang tentunya meresahkan pihak kampus. namun, dengan beberapa perjuagan, akhirnya pihak kampus luluh hatinya dan mengizinkan tembok basement diberdayakan oleh mereka. sungguh sebuah kemenagan yang telak dalam merebut ruang pivat sebuah lembaga akademis.

Menurut sebuah rilisan yang saya baca:


"Gardu House, didirikan secara kolektif oleh para street artist yang juga tergabung di Artcoholic merupakan sebuah workshop sekaligus galeri rumahan non-profite yang diperuntukan sebagai ruang alternatif bagi para street artist untuk memamerkan karya-karya mereka selain ditembok jalan. Gardu House juga sebagai wadah untuk para street artist untuk saling mengenal dan berkolaborasi dalam sebuah projek dan pameran bersama dengan semangat untuk semakin memajukan street art di Indonesia.

Selain ruang pamer, Gardu House juga menyediakan merchandise shop dimana para street artist bisa menaruh merchandise, artwork atau apapun yang berhubungan dengan street art untuk dipasarkan ke publik.

Kehadiran Gardu House diharapkan sedikit banyaknya dapat memberikan kontribusi dalam mendorong pergerakan street art kearah yang lebih baik lagi. Memberikan ruang gerak yang lebih kepada street artist serta menjadi gardu penyalur karya teman-teman street artist ke khalayak agar dapat diapresiasi dengan lebih luas lagi selayaknya fungsi gardu secara literal"


Deskripsi diatas lantas saya temukan dalam pemaparan materi yang disampaikan oleh Mas Jablai, salah satu pemateri. Kami juga disuguhkan video-video perjalanan karir Gardu House serta aktivitas-aktivitas yang diwadahi. salah satu yang menarik perhatian saya adalah Sunday Sketch Jamming dimana ide ini adalah untuk mengajak teman teman yang memiliki hobi dan ketertarikan terhadap graffiti  berkumpul bersama di Gardu House pada hari Minggu untuk melakukan sketch. Ide yang brilian ini bahkan mampu menarik minat-minat kawula muda tidak hanya di Jakarta saja, tapi juga diluar ibukota seperti Bandung, bahkan menyentuh Makassar. Sungguh sebuah gerakan yang hebat. Berikut adalah beberapa penampakan poster acaranya.






Selain Sunday Sketch Jamming, Gardu House juga menyelenggarakan sebuah acara yang menurut saya sangat unik yaitu Glued Sticker Party dimana event ini berusaha untuk mewadahi kreativitas para street artist yang identitasnya tak pernah lepas dari stiker. Pesta stiker ini merupakan salah satu materi favorit. Saya berandai-andai seandainya saja saya hadir pada acara tersebut, niscaya bakal panen stiker-stiker street art untuk museum.  Saya menantikan event ini di kesempatan yang akan datang.

Dan yang terakhir adalah Street Dealin', event akhir tahunan dimana para street artist dapat menjual karya mereka langsung terhadap pembeli tanpa perantara ba bi bu. Beragam kawula muda penikmat street art bisa langsung turun menemui artist favorit mereka dan membeli artworks plus plus. Dan, maaf saja, tidak ada tempat untuk para lapakers distro di acara ini. Konsepnya berbeda bung!




Ajang penuh kreativitas ini diramaikan dengan hentakan musik, graffitti dan segala macam turunannya. Suatu saat, Easy Tiger, asia #1 Stickers Museum akan turut mengambil bagian. Kami masih dalam tahap daya dan upaya  mengumpulkan stiker-stiker street art yang siap diterjunkan ke Jakarta. Lihat saja! Salam tempel.

 


Sumber gambar: pbs.twimg.com/media, 2.bp.blogspot.com, http://garduhouse.blogspot.com/search/label/Event

Sunday, 23 November 2014

Review Buku: Stiker Kota

Selamat berjumpa lagi para penggemar stiker sekalian. Lama sekali kita tidak berjumpa. Kami harap Anda semua sehat disana. Mari saja saya geber. Tepat di hari Selasa, 18 September 2014 saya menghadiri sebuah simposium dan tak sengaja berkenalan dengan seseorang dari Ruang Rupa Jakarta yaitu mas Ardi. Selidik punya selidik, ternyata Mas Ardi ini adalah salah satu tim penyusun dari buku Stiker Kota, buku mengenai fenomena stiker urban di Indonesia, yang sudah 2 tahun saya buru.
Tak disangka, kesempatan itu datang. Materi pdf segera dikirimkan oleh Mas Ardi. dan saya pun terpukau melihat koleksi stiker yang ditampilkan di buku yang tebalnya 300 halaman ini. Begitu beragam dan banyak stiker-stiker lawas didalamnya. Narasi yang diungkapkan pun secara komprehensif dapat ditangkap oleh pembaca yang ingin mengetahui sebagaimana besar perkembangan seni stiker kota ini. Tampilan warna-warni buku ini menambah daya pikat visual. Foto-foto dokumentasi dalam format hitam putih menambah kesan perburuan jurnalistik tanpa henti akan fenomena urban yang semakin lama semakin menjamur.


Sampul Buku Stiker Kota

Fenomena stiker di Indonesia yang meresap sampai ke area privasi masyarakat memang menjadi obyek yang unik untuk diangkat. Stiker tidak pernah mengenal batasan. Stiker itu egaliter. Seni dan budaya visual yang kecil ini kerap diabaikan keberadaannya sebagai sebuah karya yang sebenarnya adalah saksi zaman itu sendiri. Bagaimana stiker-stiker politik mencerminkan pandangan politik pada zamannya, stiker sepakbola yang tentunya hanya relevan dengan masa keemasan sebuah klub dimana klub itu eksis, dan masih banyak contoh lainnya. Belum lagi dengan suguhan stiker aneka ragam tak berkategori yang niscaya akan membawa Anda menjelajah ruang dan waktu ketika mambaca dan melihat buku ini.

Wednesday, 1 October 2014

Street Art Sticker

Hallo, lama tak berjumpa, setelah sekian lama berpisah. Apakah Anda kangen dengan ulasan kami? Maaf atas ketidakhadiran selama 4 bulan terakhir disebabkan kesibukan yang sangat menyita waktu sehingga sampai lupa menyapa Anda sekalian penggemar stiker.

Oke, kita langsung saja. Saya akan membawa Anda menuju ke sebuah bahasan yang unik yaitu street art sticker atau yang kita kenal sebagai stiker sebagai seni jalanan. Jangan salah, walaupun habitat seni ini di jalan, tapi karya-karya yang dihasilkan adalah karya-karya seniman terpilih ke dalam koleksi museum-museum seni dunia. Salah satu turunan seni ini adalah street art sticker.

Street art adalah seni yang diterapkan pada ruang publik seperti dinding, pedestrian, jalan, pagar tembok, dan masih banyak media lainnya. Street art biasanya memiliki bentuk ungkapan peduli terhadap masalah-masalah sosial, politik, ekonomi bahkan budaya. Atau karya grafitti seperti; grafitti stensil, sticker art, wheat pasting, street poster art,  video projection, art intervention, guerrilla art, flash mobbing, dan street installations.   Sticker art adalah bentuk street art dimana pesan diterapkan pada stiker. Sticker art dapat dilihat pada ruang publik yang sering menjadi pusat atensi orang-orang, atau menarik perhatian pada mereka para kaum commuter agar dapat sejenak menikmati seni kota. stikerini tergolong unik karena dapat mempromosikan politik, komentar terhadap isu-isu terkini dan relevan terhadap permasalahan urban sekarang. Sticker art populer dikalangan remaja. Remaja yang masih belia terkadang menumpahkan aktualisasi dirinya melalui berkarya pada jalanan seperti mural, graffiti dan tak lupa pula sticker slapping ataupun sticker tagging. Tanpa ba bi bu, mari kita lihat penampakkannya sebagai berikut.





Sumber: Koleksi pribadi easy Tiger, Asia #1 Stickers Museum

Stiker Where's Wally


Halo. Apa kabar? Sehat? Semoga saja begitu. Kali ini saya akan membahas tentang salah satu karakter yang cukup saya kenal sewaktu kecil yaitu Wally. Wally ini adalah karakter yang muncul dalam buku asah ketelitian yang berjudul Where’s Wally. Nah, Where's Wally? adalah sebuah buku yang diciptakan oleh seorang ilustrator asal Inggris, Martin Handford. Dalam buku ini, terdapat ilustrasi orang-orang yang sangat banyak dan selalu digambarkan dalam sebuah keadaan yang sedang ramai-ramainya dan tugas kita sebagai pembaca adalah mencari keberadaan si wally tersebut. Terdengar simpel. Namun percayalah Anda akan kesulitan mencarinya. Karena ia bisa saja terselip di baik tumpukan jerami, menyaru menjadi pedagang, ada diatas atap dan lain-lain (so where the hell is he?). Namun jangan khawatir, Anda tetap bisa mengenalinya sebab Wally dalam buku ini selalu digambarkan dengan karakternya yang khas, seperti apa? Seperti penampakan berikut.

Stiker diatas adalah stiker hasil donatur dari teman yang berasal dari Spanyol. Tepatnya kami barter dengan setengah lusin kartu pospenari Jawa. Stiker ini kami preservasi dengan baik di Easy Tiger, Asia #1 Stickers Museum. Belum terlalu tua memang untuk dijadikan benda museum, namun siapa tahu 20 tahun ke depan bakal menjadi koleksi yang langka.

Okay, back to business. Tujuan dari sang pembuat buku ini adalah agar kita bisa mencari karakter bernama Wally ini (di Amerika, namanya diganti menjadi Waldo). Wally akan selalu bersembunyi di antara kerumunan orang yang sangat banyak itu. Untuk gambaran mengenai karakter Wally ini sendiri, ia selalu digambarkan sebagai orang yang selalu menggunakan baju dengan strip warna merah dan putih horizontal (mirip baju narapidana), celana panjang warna biru, memegang tongkat, mengenakan kacamata dan selalu mengenakan sebuah topi yang bermotif sama seperti bajunya.


Seiring dengan semakin banyaknya buku yang diterbitkan, semakin banyak pula karakter baru dan objek-objek baru yang akan disediakan dan harus kamu temukan. Karakter-karakter baru tersebut adalah Wilma (saudara kembar dengan Wenda); Odlaw musuh bebuyutan dari Waldo (perhatikan namanya yang dibalik dari nama Waldo); Woof, anjing kepunyaan Wally; Wizard Whitebeard, seorang penyihir bijaksana dan baik hati yang selalu mengawasi dan menjaga Wally; dan yang paling terakhir adalah The Wally Watchers, yang merupakan fan club dari Wally itu sendiri.

Well mencari Wally saja sudah susah, apalagi diminta mencari karakter yang lain. Simpel saja, Anda membutuhkan ketelitian dan sedikit passion untuk mencari Wally and the gank. Kuncinya adalah tidak ngotot untuk langsung mencarinya namun nikmatilah satu halaman penuh karakter-karakter pembantu yang digambarkan Martin Handford ini. Sangat kompleks dan penuh dengan unsur kejutan.


Salah satu buku mutakhir adalah buku Where’s Wally: The Totally Essential Travel Collection, dengan penanda 25 tahun.  Harford memang berniat membawa pembacanya melintasi ruang dan waktu. Ia membawa pemvabaca ke Mesir jaman pembangunan piramida, ke hari terakhir suku Aztecs, berlayar dengan Viking, tapi juga ke dasar laut, ke luar angkasa, dan pulau dengan raksasa. Tentu ada juga yang dekat dengan kehidupan sehari-hari misal di stasiun, museum atau karnaval. Semua, dengan gambar sangat-sangat detail, sehingga hampir mustahil bisa menemukan semua yang disyaratkan dalam daftar. Niscaya Handford sangat berpengalaman dalam menampilkan unsur-unsur kejutan yang tak terkira bagi pembacanya. Semakin dicari, semakin tak ketemu. So where the f**k is he?

Stiker Where's Wally


Saturday, 24 May 2014

Stiker Panini



Halo. Apa kabar? Sehat? Semoga begitu. Pembaca, apakah Anda tahu apa itu stiker Panini? Atau minimal pernah mendengar tentangnya? Belum pernah? So pathetic! Okay, stiker Panini itu adalalah stiker-stiker yang dikeluarkan oleh perusahaan bernama Panini. Nah, stiker Panini ini hampir selalu menghangatkan acara olah raga dengan produk-produknya. Apalagi event semegah Piala Dunia, Piala Eropa dan lainnya.

Bagi yang belum tahu, Panini adalah awalnya komik yang kemudian menelurkan produk koleksi stiker. Stiker-stiker tersebut ditempelkan pada album yang memiliki tema tertentu. Nah, ini juga merupakan salah satu trik zaman dulu oleh pembuat stiker agar para pembelinya harus melengkapi koleksi mereka untuk ditempelkan pada album yang telah disiapkan secara khusus. Benar-benar ide yang brilian bukan?

Di Indonesia, Panini memang tidak terlalu populer. Entah apa sebabnya. Bisa jadi karena total biaya yang perlu dikeluarkan untuk melengkapi koleksi stiker itu cukup mahal. Mengapa  orang Indonesia malas untukhal seperti ini, dibanding menghabiskan uang dengan hobi-hobi lain yang tak kalah mahal. Sudahlah, saya terdengar seperti membela stiker Panini saja.

Okay, we’re back to the past. Panini adalah perusahaan yang bermarkas di Modena, Italia, dinamai oleh Panini bersaudara yang didirikan pada tahun 1961. Perusahaan ini memproduksi buku, komik, majalah, stiker. Panini mendistribusikan produk mereka sendiri, dan produk dari penyedia pihak ketiga.

Semoga pada perhelatan Piala Dunia 2014 mendatang di Brazil menjadi tonggak baru bagi Anda para penyuka stiker dan juga sekaligus penggemar sepakbola agar dapat memulai hidup baru dengan mengoleksi stiker Panini. Stiker yang layak untuk dikoleksi sebab dengan melihat potongan rambut idola Anda 20 tahun yang lalusaja sudah cukup membuat kita tertawa bahwa betapa vintage-nya zaman tersebut (saya belum membicarakan bentuk celana yang mirip para pemain voli itu).

Berikut adalah berbagai referensi stiker Panini  menurut berbagai sumber:



Sumber: 
http://bluebuddies.com/Smurfs_Panini_Smurf_Stickers.htm
http://kkcdn-static.kaskus.co.id/images/2012/11/15/1901642_20121115095940.jpg

Monday, 28 April 2014

Stiker Dragon Ball



Halo. Apa kabar? Sehat? Langsung saja. Posting kali ini akan membahas tentang Dragon Ball. Kami, Easy Tiger, Asia #1 Stickers Museum memiliki beberapa koleksi jadul stiker Dragon Ball. Untuk itulah stiker-stiker tersebut menginspirasi untuk melahirkan tentang tulisan ini.

Dragon Ball adalah sebuah manga dan anime Jepang yang dikarang oleh Akira Toriyama dari tahun 1984 sampai 1995. Albumnya terdiri dari 42 buku dan di Indonesia diterbitkan oleh Elex Media Komputindo. Sebelumnya Dragon Ball juga pernah diterbitkan olehrajawali Grafiti (saya masih ingat perbedaan terbitan antara kedua penerbit ini). 

Sedikit kisah mengenai Akira Toriyama. Akira Toriyama diakui sebagian besar untuk karyanya yang utama yaitu Dragon Ball. Ia membuat Dragon Ball dari tahun 1984 sampai tahun 1995. Selama periode 11 tahun, ia menghasilkan 519 bab yang dikumpulkan dalam 42 volume. Setiap volume memiliki rata-rata 200 halaman.. Ini menjadi prestasi utama karena menjual lebih dari 35.000.000 kopi di Jepang, Dragon Ball akhirnya mencapai rekor penjualan terbaik dengan lebih dari 120.000.000 eksemplar yang terjual. Selain terkenal di Jepang, seri ini juga sukses secara Internasional, termasuk di Eropa pada tahun 1988, Amerika Utara dan Kanada pada tahun 1996. Selain itu, manfaat dan dampak lain dari manga beliau yaitu menghasilkan tiga adaptasi anime, film animasi, beberapa video game, dan merchandise-nya. Inilah yang saya namakan ekspor budaya Jepang kepada Asia dan dunia melalui komoditi andalannya, manga dan anime.

Dragon Ball bercerita tentang seorang anak bernama Goku yang hidup di tengah gunung sendirian. Dia lalu bertemu dengan Bulma, seorang gadis muda nan jenius dan banyak memiliki peralatan-peralatan canggih layaknya Inspector Gadget, yang berusaha mengumpulkan 7 bola ajaib yang bisa mengabulkan semua keinginan. Bola-bola tersebut dinamakan Dragon Ball. Dragon Ball adalah 7 buah bola kristal yang tersebar di seluruh dunia, bola tersebut berwarna jingga yang terdapat pola bintang di dalamnya, apabila seseorang berhasil mengumpulkan 7 buah Dragon Ball maka akan muncul sebuah dewa naga yang mampu mengabulkan sebuah permintaan apa saja, bahkan termasuk menghidupkan orang mati. Imagine how it works!

Dalam perjalanannya bersama Bulma mencari Dragon Ball, Goku harus berhadapan dengan banyak rintangan, salah satunya adalah dari Tentara Pita Merah. Kelompok ini mempunyai keinginan yang sama dengan Goku dan Bulma. Wajar saja bola-bola naga ini menjadi incaran banyak pihak kalau memang semua keinginan bisa dikabulkan oleh sang naga. Bayangkan saja kalau orang setamak kita yang mampu mengumpulkan bola-bola naga tersebut. Kira-kira, apakah yang akan kita minta?
  




 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Sumber gambar: Koleksi Easy Tiger, Asia #1 Stickers Museum

Akhir kata, Dragon Ball merupakan salah satu komoditi panas budaya populer Manga yang juga merupakan bagian dari budaya populer Jepang seperti animasi, karakter, permainan komputer, fashion,musik pop, dan drama TV merupakan berbagai variasi dari budaya populer Jepang yang telah diterima dengan baik di bagian timur dan tenggara Asia. Namun semua itu tidak seperti apa yang telah diulas dalam media.
Hal ini bukan untuk mengatakan bahwa ekspor dari budaya populer Jepang merupakan suatu fenomena yang baru. Budaya itu sendiri telah lama berkembang di luar Jepang dan terutama di bagian timur dan tenggara Asia setidaknya sejak akhir tahun 1970-an. Animasi dan komik Jepang seperti Doraemon (akan saya bahas dilain kesempatan), sebuah cerita fantasi yang memperkenalkan robot berbentuk seperti kucing yang dapat membuat keinginan dari anak-anak menjadi kenyataan, hal ini telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari bagi anak-anak hampir di seluruh bagian dari Asia. 

Bagaimanapun juga akhir-akhir ini, penyebarluasan budaya populer Jepang di bagian timur dan tenggara Asia telah maju ke tahap yang lebih lanjut. Industri media Jepang dan industri media Asia lainnya secara sistematis bahkan masif mempromosikan budaya populer Jepang sebagai sebuah konsumsi yang rutin bagi kalangan muda secara luas di berbagai macam pasar di bagian timur dan tenggara Asia. Banyak kalangan muda yang merasakan simpati yang lebih intensif terhadap roman yang diceritakan dalam drama TV Jepang, atau dengan fashion terbaru, gaya musik populer yang trendi, atau dengan gosip mengenai bintang idola Jepang daripada yang mereka rasakan terhadap bagian dari budaya populer Amerika yang telah lama mendominasi dunia budaya kalangan muda. Saya rasa ini karena kedekatan geografis saja yang membuat kita condong ke Negeri Matahari Terbit.

Belum lagi fenomena urban dimana makin menjamurnya komunitas penggemar komik-komik Jepang, atau musik J-rock, dan lain-lain. Mereka ada karena ketertarikan yang sama terhadap budaya Jepang. Entah budaya virtual yang semu atau budaya riil Jepang secara keseluruhan. Disatu sisi ini bagus namun disisi lain yang perlu ditanyakan adalah bagaimana dengan ekspor budaya tuan rumah, Indonesia?